BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar dan mengajar terjadi pada saat berlangsungnya interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Sebagai proses, belajar memerlukan perencanaan yang seksama, yakni mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta penilaian atau evaluasi (Nana Sudjana, 1990 : 2).
Evaluasi pencapaian hasil belajar siswa adalah satu kegiatan yang merupakan kewajiban guru atau pengajar. Dikatakan kewajiban, karena setiap pengajar pada hakekatnya harus dapat memberikan informasi kepada sekolah ataupun kepada siswa itu sendiri, sampai sejauh mana penguasaan dan kemampuan yang telah diberikan. Evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek kognitif dan afektifnya, melainkan juga mengenai aplikasinya. Hal ini dikarenakan evaluasi sebagai alat ukur untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa dalam kemajuan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Dengan adanya evaluasi sebenarnya guru telah mengadakan diagnosis tentang kebaikan dan kelemahan proses belajar mengajar (Suharsimi Arikunto, 1987 : 10).
Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang penting untuk keberhasilan siswa, maka seorang guru harus mampu untuk membuat alat yang digunakan dalam evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (1987 : 10) menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi adalah sebagai berikut :
1. untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
2. untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikut
3. untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa
4. untuk memilih siswa yang berhak meninggalkan sekolah
berdasarkan tujuan evaluasi tersebut, jelas menunjukkan betapa pentingnya peranan serta fungsi evaluasi dalam proses belajar mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Findley dalam Oemar Hamalik (1990 : 9) fungsi evaluasi dalam pendidikan adalah untuk menentukan bakat siswa dan kemungkinan berhasil dalam studinya. Pada suatu lembaga pendidikan evaluasi digunakan untuk menentukan apakah seorang siswa tergolong anak terbelakang atau tidak.
Fungsi evaluasi itu sangat menentukan untuk mengetahui sejauhmana kemajuan-kemajuan yang dialami oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu sekolah perlu menerapkan suatu strategi agar lulusannya mempunyai nilai yang lebih baik tetapi tidak mengurangi mutu atau kualitas melalui pemberian nilai seobyektif mungkin salah satu cara yang dapat digunakan adalah dalam hal penyusunan soal atau pemilihan bentuk soal sebagaimana telah diketahui, bahwa soal untuk tes sering digunakan tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda dengan maksud untuk mendapatkan nilai seobyektif mungkin. Tes pilihan ganda dapat dibuat dalam beberapa model, yaitu pilihan ganda biasa, asosiasi, hubungan antar hal atau sebab akibat, dan betul-salah.
Sebagaimana halnya pada saat sekarang ini tes yang sering digunakan adalah tes obyektif pilihan ganda biasa dan tes subyektif. Dalam dunia pendidikan dewasa ini ada kecenderungan untuk melihat mutu lulusan dari nilai yang di peroleh siswa, hasil evaluasi selalu di nyatakan dalam angka atau skor. Masyarakat menilai kualitas lulusan itu baik jika mempunyai surat tanda tamat belajar dengan nilai-nilai yang baik, tanpa memperhatikan bagaimana proses belajar mengajar yang berlangsung dan sistem evaluasi yang di pergunakan. Dengan kata lain dinyatakan bahwa hasil belajar merupakan cermin kualitas suatu sekolah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis mencoba meneliti perbedaan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan tes pilihan Benar-Salah (True - False) dan asosiasi pilihan ganda. Yang dimaksud Tes benar – salah (True – False) adalah soal berupa pernyataan-pernyataan (statement). Asosiasi pilihan ganda pada hakekatnya bentuk soal ini hampir sama dengan bentuk soal pilihan ganda biasa, yaitu persyaratan yang tidak lengkap yang dikuti dengan beberapa kemungkinan jawaban. Pemberdayanya ialah pada bentuk asosiasi pilihan ganda kemungkinan yang benar bisa satu, dua, tiga, atau empat.
B. Rumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar Siswa kelas dua SMU Negeri 5 Tasikmalaya dalam menyelesaikan tes benar-salah (True-False) dan asosiasi pilihan ganda pada konsep sistem ekskresi ?”.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah maka ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut :
1. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas dua SMU Negeri 5 Tasikmalaya pada semester dua tahun ajaran 2003 / 2004.
2. Kemampuan siswa yang akan diukur adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan tes benar-salah (True-False) dan asosiasi pilihan ganda pada konsep sistem ekskresi.
3. Konsep sistem ekskresi dibatasi pada sub konsep sistem ekskresi pada manusia.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah penafsiran dan untuk memperoleh kesamaan pengertian dan judul penelitian ini penting kiranya diberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini sebagai berikut :
1. Hasil belajar adalah skor yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan tes benar – salah (True – False) dan asosiasi pilihan ganda.
2. Tes benar – salah (True – False) yang dimaksud pada penelitian ini adalah bentuk soal yang terdiri atas kalimat pernyataan dari materi soal sistem ekskresi pada manusia.
3. Tes asosiasi pilihan ganda yang dimaksud dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda yang hampir sama dengan pilihan ganda biasa namun pada asosiasi pilihan ganda kemungkinan yang benar bisa satu, dua, tiga, atau empat.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa SMU Negeri 5 Tasikmalaya kelas dua dalam menyelesaikan tes benar – salah (True – False) dan asosiasi pilihan ganda.
F. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan daapat memberikan informasi bagi para guru daalam menggunakan berbagai jenis tes untuk mengevaluasi hasil belajar khususnya penggunaan tes obyektif (benar-salah dan asosiasi pilihan ganda).