Friday, July 23, 2010

Home » » bahaya yang dapat ditimbulkan oleh erosi dan pelumpuran sungai dengan segala dampak sosial ekonominya yang buruk

bahaya yang dapat ditimbulkan oleh erosi dan pelumpuran sungai dengan segala dampak sosial ekonominya yang buruk



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Telah lama diketahui bahwa usaha peningkatan produksi bahan makanan dunia selalu tidak dapat mengejar kecepatan pertumbuhan penduduk dunia. Hal  ini antara lain karena kondisi tanah dan air sebagai sumber daya alam pada umumnya sudah mengalami degradasi sedemikian rupa sehingga memerlukan usaha-usaha konservasi yang sungguh-sungguh, lahan-lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanpa cara pengelolaan tanaman, tanah dan air yang baik dan tepat, terutama di daerah pertanian dengan curah hujan yang melebihi 1500 mm per tahun akan mengalami penurunan produktivitas tanahnya. Penurunan produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah dan terjadinya gejala erosi. Gejala erosi dianggap merupakan salah satu utama yang sedang dihadapi Indonesia. Bahaya erosi ini banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih.
Menurut laporan LPT (1967), kurang lebih 200 juta ton lapisan tanah yang subur di pulau Jawa setiap tahunnya dihanyutkan ke laut melalui sungai-sungai pada saat terjadinya erosi. Tanah yang subur ini diperkirakan mengandung 150 ribu ton asam fosfat, yaitu kira-kira sama dengan 350 ribu ton pupuk fosfat. Apabila penggunaan sumber daya tanah melampaui batas kemampuan tanah yang bersangkutan tanpa ada usaha-usaha teknologi tertentu sebagai masukkan (input), maka akan terjadi tanah-tanah gersang yang tidak produktif sama sekali. Dari gambaran tersebut dilihat bahwa pada akhir-akhir ini sudah tersebar tanah-tanah kritis yang menyebabkan lahan-lahan tidak produktif lagi dengan luas yang cenderung meningkat.
Berdasarkan hasil survai Dinas Perhutanan Kabupaten Majalengka tahun 1999/2000, Kecamatan Maja termasuk pada wilayah kerja rehabilitasi lahan dan konservasi tanah daerah aliran sungai Cimanuk, yang mencakup 17 desa dan terdiri dari 5 Wilayah Kerja Penyuluh Kehutanan Lapangan (WKPKL), dengan luas lahan 6.108.788 ha, termasuk salah satunya adalah Kecamatan Maja. Kecamatan Maja terletak pada ketinggian antara 450 m – 750 m di atas permukaan laut. Dengan keadaan topografi berbukit dan bergunung maka Kecamatan Maja dijadikan salah satu wilayah kerja rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Suhu udara rata-rata antara 15o – 32oC dengan kelembaban udara 60% sampai dengan 80%, curah hujan rata-rata 2500 sampai dengan 3000 mm/tahun dan termasuk tipe iklim C (beriklim sedang). Jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Maja terdiri dari alufial, latasol, andosol dan regosol coklat yang tersebar di masing-masing desa.
Salah satu desa yang mendapat perhatian khusus di Kecamatan Maja adalah Desa Tegalsari karena keadaan topografinya yang berbukit-bukit. Ketinggian tempat 600 m di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata per tahun 3000 mm, dan keadaan suhu rata-rata  harian 26oC. Pola tanam usaha tani lahan kering Desa Tegalsari, biasanya dilaksanakan pola tanam sebagai berikut :
-       Palawija - sayur (jagung – bawang merah)
-       Palawija - palawija (jagung - jagung)
-       Palawija - Bera (jagung - bera)
Selain karena keadaan fisik desa Tegalsari berbukit dan bergunung erosi juga dipengaruhi oleh adat istiadat penduduk setempat dan tingkat pendidikan para petani. Dalam upaya pengendalian erosi Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) mempunyai kegiatan yang dapat menunjang upaya pencegahan erosi yaitu kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, yang pelaksanaannya dibagi dua kriteria yaitu kegiatan fisik yang pembinaannya langsung di lapangan dan pembinaan kelompok petani yaitu dengan terbentuknya kelompok-kelompok tani, dan pembinaannya dengan cara pertemuan kelompok yang teratur dan berkelanjutan.
Dengan adanya upaya tersebut di atas maka diharapkan erosi yang terjadi tidak melebihi erosi yang dibiarkan (soil loss tolerance), sehingga rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dapat dicapai sesuai dengan sasaran dan tujuan yang diharapkan.
Dari informasi di atas kita bisa mengetahui bahwa masyarakat belum menghayati betul bahaya yang dapat ditimbulkan oleh erosi dan pelumpuran sungai dengan segala dampak sosial ekonominya yang buruk.

1.2.  Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan pokok masalah penelitian ini sebagai berikut :
1.      Apakah ada hubungan antara tingkat erosi permukaan (sheet erosion) dengan akitivitas penduduk di lahan pertanian Desa Tegalsari Kec. Maja Kabupaten Majalengka.
2.      Bagaimana upaya-upaya penanggulangan bahaya erosi permukaan oleh petani di Desa Tegalsari Kec. Maja Kabupaten Majalengka.

1.3.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.       Berusaha menguraikan, menganalisa dan meninterprestasikan masalah seberapa besar erosi permukaan yang terjadi di lahan pertanian di Desa Tegalsari Kecamatan Maja Kabupaten Majelengka dengan cara mengaplikasikan teori-teori dari konsep Geografi.
2.       Untuk mendapatkan data atau informasi mengenai upaya penanggulangan bahaya erosi oleh petani pada lahan pertanian di Desa Tegalsari Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka.
3.       Untuk menguji signifikansi dari hipotesis yang dikemukakan penulis tentang hubungan antara tingginya erosi permukaan (Sheet erosion) dengan aktivitas penduduk pada lahan pertanian.
1.4.  Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Diharapkan mendapat hasil yang berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan lahan pertanian di Desa Tegalsari Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka.
2.      Sebagai bahan dan sumber informasi yang akurat, bagi para pembaca khususnya yang bermaksud mengadakan penelitian yang sama di masa yang akan datang, maupun pihak yang memerlukan guna menambah wawasan tentang penggunaan lahan pertanian di Desa Tagalsari Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka.

1.5.  Kerangka Pemikiran Penelitian
Erosi merupakan proses alam dimana terjadinya apabila terjadi hujan, yakni sejak tetes hujan memukul dan mencerai-beraikan tanah, sampai membentuk aliran air yang dimulai dari aliran perluapan (overland flow), aliran limpasan (run off), hingga aliran air sungai (stream). Erosi permukaan yang terjadi di Desa Tegalsari sudah sejak lama terjadi dan ini ditunjukan oleh menurunnya produktivitas tanah dari tahun ke tahun. Menurunnya produktivitas tanah di karenakan beberapa hal diantaranya (a) Karena perkembangan penduduk yang semakin bertambah, (b) Sempitnya lahan di daerah yang padat yang dimiliki manusia, (c) Eksploitasi lahan yang besar-besaran, (d) Terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, (e) Perubahan struktur tanah, (f) Penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, (g) Perubahan profil tanah.
Dalam upaya pencegahan erosi yang terjadi di lahan pertanian menemui beberapa kendala diantaranya :
1.      Daerah tersebut merupakan daerah palawija, apabila lahan tersebut dihutankan pendapatan penduduk akan menurun.
2.      Petani belum mengerti/memahami akan cara pembuatan terassering yang baik sesuai dengan anjuran.
3.      Petani belum mengerti/memahami akan cara dan manfaat dari pemeliharaan kebun rakyat sesuai dengan anjuran.
4.      Petani belum mengerti/memahami akan cara penggunaan jarak tanam yang baik sesuai dengan anjuran.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, selanjutnya dapatlah dikemukakan bagaimana cara pengendalian erosi dan pengawetan tanah yang perlu dikembangkan, yaitu salah satunya dengan cara merubah pengetahuan, sikap dan keterampilan petani agar petani mau dan mampu meningkatkan usaha taninya terutama di lahan kering tanpa mengabaikan usaha rehabilitasi lahan dan konservasi tanah untuk kepentingan keluarga ataupun untuk lingkungannya.

1.6.  Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian ini akan diuraikan bab demi bab yang terurai sebagai berikut :
BAB I.                  Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran penelitian dan sistematika penelitian
BAB II.     Bab ini akan menguraikan tentang landasan teoritik yang memuat teori-teori pendukung dalam penulisan.
BAB III.   Khusus Bab III akan menguraikan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan pula tentang populasi dan jumlah sampel yang digunakan, teknik pengolahan data dan teknik analisa data secara statistik.
BAB IV.   Dalam bab ini akan diuraikan dengan rinci tentang pengolahan data secara statistik, kemudia menganalisa data dan menguji hipotesis.
BAB V.    Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian yang akan berisikan kesimpulan dan beberapa saran-saran.












BAB II

TINJAUAN TEORITIK


2.1.     Pengertian Erosi
Istilah erosi berasal dari bahasa latin erodere yang dalam bahasa Inggris artinya to eat away (rodere - to gnaw), to excavate, yakni makan atau menggerogoti. (Zaachar, 1982).
Erosi ialah semua cara, tenaga yang bergerak melepaskan dan mengangkut puing-puing batuan. (Thornbary, 1969).
Erosi ialah sebagai proses bahan tanah, serta batuan oleh tenaga air, angin, es atau gravitasi. (Arnoldus, 1974).
Erosi ialah sebagai suatu proses dalam dua tahap yakni pemecahan macam tanah menjadi partikel-partikel tunggal, dan pengangkutan partikel-partikel tersebut ke tempat lain oleh tenaga air dan angin. (Morgan, 1979).
Erosi adalah sebagai peristiwa berkurangnya permukaan tanah oleh tenaga air, angin, es dan tenaga geologik, termasuk rayapan tanah (soil creep) karena tenaga gravitasi, atau sebagai penceraiberaian dan pemindahan tanah atau batuan oleh air, angin, es dan gravitasi. (Brady, 1974).
6
 
Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran sesungguhnya merupakan  proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. (G. Kartasaputra, A.G. Kartasaputra dan Mul Mulyani Sutedjo, 1985 : 35).
Erosi adalah perusakan permukaan bumi oleh pengaruh-pengaruh cuaca yang kuat yang diikuti dengan pembuangan hasil pelapukan. Khususnya pembuangan tanah yang menyebabkan batuan tidak tertutup, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh. (Arthur Godman, 1996 : 132).

2.2.     Macam-macam Erosi
Bennet (1939), membedakan istilah erosi menjadi erosi normal, yakni erosi geologi atau erosi natural dan erosi dipercepat atau erosi tanah. Erosi dipercepat selanjutnya dibedakan lagi menjadi erosi dipercepat alami (naturally accederated erosion) dan erosi dipercepat oleh manusia (man accelerated erosion).
Brady (1974) membedakan istilah erosi menurut intensitasnya menjadi empat macam, yakni erosi alami (natural), erosi normal, erosi geologi, dan erosi dipercepat.
Erosi alami (natural) adalah penghanyutan tanah atau batuan dipermukaan tanah oleh tenaga erosi dalam keadaan alami dari pengaruh iklim, vegetasi, topografi, dan tanaman serta tidak terubah oleh manusia. Erosi normal adalah laju erosi pada suatu  bidang lahan yang sudah dimanfaatkan oleh manusia, akan tetapi tidak melebihi laju erosi natural, atau hasil erosi ini berada pada keadaan yang relatif tetap. Erosi geologi ialah erosi alami yang disebabkan oleh proses geomosfologi yang aktif selama periode geologi tertentu dan hasilnya berupa pengangkatan pegunungan, pembentukan dataran banjir dan dataran pantai. Erosi dipercepat ialah erosi yang intensitasnya jauh lebih besar dari pada erosi alami, erosi normal, atau erosi geologi, yang pada asasnya terutama sebagai pengaruh aktivitas manusia.
De Boodt dan Gabrial (1980), membedakan istilah erosi menurut obyek studinya menjadi lima macam, yakni erosi lereng bukit (hillslope erorion), erosi angin (winel erosion), erosi parit (gully erosion), dan erosi daerah aliran sungai (watershed erosion), dan erosi dalam pengertian pengendapan lumpur di reservoir (erosion in terms of the deposition of silf in a downstream storage reservoir).
Erosi lereng bukit adalah erosi sebagai fungsi dari hujan, tipe tanah, topografi dan pengelolaan yang terjadi pada suatu lereng bukit. Erosi angin adalah erosi sabagai fungsi dari kecepatan angin, tipe tanah, kekerasan permukaan tanah dan kekeringan. Erosi parit adalah erosi yang sudah membentuk parit atau erosi yang terjadi dalam parit dan merupakan fungsi dari hujan, tipe tanah, topografi dan pengelolaan. Erosi daerah aliran sungai adalah erosi dalam daerah aliran sungai sebagai fungsi dari erosi lereng bukit, erosi parit dan erosi atau kehilangan tanah dari berbagai bentuk penggunaan lahan di dalam daerah aliran sungai tersebut. Erosi dalam pengertian pengendapan lumpur di reservoir adalah erosi sebagai fungsi dari total erosi (erosi lereng bukit, erosi parit, dan erosi daerah aliran sungai) dikalikan nisbah pelepasan (delivery ratio) dikalikan lagi koefisien perangkap (trap efficiency).
2.3.     Proses Erosi
Proses erosi ini yang dimaksud adalah proses erosi yang terjadinya apabila terjadi hujan, yakni sejak tetes hujan memukul dan mencerai-beraikan tanah, sampai membenuk aliran air yang di mulai dari aliran perluapan (overland flow), aliran limpasan (run off), hingga aliran air sungai (stream).
Proses erosi air hujan ini dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) macam, yakni erosi percik (splash erosion), erosi lembar (sheet erosion), erosi alur (riil erosion), erosi parit (gully erosion), dan erosi sungai/saluran (stream/channel erosion).






Sumber : G. Kartasapoetra, dkk
Gbr. 1.
Bagan Erosi menurut Proses Terjadinya

Kelima bentuk erosi ini terjadi sangat dipengaruhi iklim (hujan dan angin) serta akibat-akibat perbuatan atau tindakan manusia yang mempercepat terjadinya masing-masing bentuk erosi yang dipercepat tersebut jelasnya adalah sebagai berikut :
a.         Erosi Percik
Erosi percik adalah proses percikan partikel-partikel tanah halus yang disebabkan oleh pukulan tetes air hujan terhadap tanah dalam keadaan basah.
b.         Erosi Lembar
Erosi lembar ini terjadinya karena pemindahan atau pengangkutan lapisan tanah yang hampir merata di tanah permukaan oleh tenaga aliran perluapan. Kekuatan jatuh tetes-tetes hujan dan aliran perluapan merupakan penyebab utama erosi lembar (Sitanala Arsyad, 1989). Oleh karena hilangnya lapisan tanah atas adalah merata, maka bentuk erosi lembar seringkali tidak segera tampak, dan apabila proses erosi berlangsung lebih lanjut maka baru dapat diketahui setelah tanaman tumbuh pada lapisan tanah bawah.
c.         Erosi Alur
Erosi alur terjadi karena adanya proses erosi dengan sejumlah saluran kecil (alur), yang kedalaman < 30 m, dan terbentuk terutama di lahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini sebenarnya sebagai perkembangan lebih lanjut dari erosi lembar, hanya tenaga aliran perluapan sudah mulai terkonsentrasi pada alur. Alur-alur tersebut terbentuk karena daya tahan tanah terhadap pengaruh tenaga erosi oleh aliran perluapan tidak merata, sehingga pada bagian yang relatif lembek akan mengalami pengirisan awal.
Erosi ini relatif mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah. Meskipun demikian, erosi alur dan erosi lembar merupakan kedua bentuk erosi yang lebih besar dan lebih luas dari pada bentuk-bentuk erosi yang lain.
d.         Erosi Parit
Proses terbentuknya erosi parit sama dengan erosi alur, akan tetapi tenaga erosinya berupa aliran limpasa, dan alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian dalam sehingga sudah tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah cara biasa. Di samping itu, ukuran lebar alur sudah lebih dari 50 cm, dan kedalaman alur > 30 cm. (Bergsma, 1980).
Erosi parit pada umumnya berbentuk seperti huruf “V” atau “U”, tergantung dari kepekaan lapisan bawah. Bentuk “V” merupakan bentuk yang umum dijumpai, akan tetapi di wilayah yang lapisan bawah relatif mudah lepas, terutama yang terbentuk dari batuan sedimen bentuk “U” yang banyak dikategorikan di wilayah tersebut.
e.         Erosi Sungai
Erosi sungai terdiri dari dua bentuk, yakni yang pertama sebagai erosi tebing sungai (river bank erosion), dan bentuk yang kedua adalah erosi sebagai muatan aliran sungai, yakni dalam bentuk muatan suspensi, saltasi, dan muatan dasar.
Erosi tebing sungai terjadinya sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing, atau karena terpaan arus air yang kuat pada kelokan sungai.

2.4.     Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran penelitian ini penulis gambarkan sebagai           berikut :
Text Box: Umpan Balik
 






















2.5.     Hipotesis
Bertolak dari perumusan masalah, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :
1.        Ada hubungan yang signifikan antara tingginya erosi permukaan (sheet erosion) dengan aktivitas penduduk
2.        Upaya-upaya penanggulangan bahaya erosi oleh petani di Desa Tegalsari yaitu dengan cara pembuatan terassering, pembuatan saluran pembuangan air, pembuatan unit percontohan, dan pembuatan kebun rakyat.














BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


3.1.     Metode Penelitian
Cara yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan teknik dan mempergunakan alat tertentu disebut metode. Metode yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskritif, observasi, dan wawancara dilengkapi dengan studi bibiografis.
a.         Metode Deskriptif
Metode deskriptif adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Sanapiah Faisal dan Guntur Waseso (1993 : 119).
Studi deskriptif berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada. Ia bisa mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung akibat atau efek yang terjadi atau kecenderungan yang tengah berkembang. Studi deskriptif terutama berkenan dengan masa kini meskipun tidak jarang perhitungan masa lampau dan pengaruhnya terhadap kondisi masa kini dan masa mendatang.
b.         Studi Bibliografis
14
 
Penulis mengakui bahwa dalam penulisan proposal ini banyak membaca buku yang berguna bagi pengembangan pembahasan. Ini berarti bahwa penulis mengambil ide dari apa yang ada dalam buku bacaan, selanjutnya ide tersebut dikemukakan dalam proposal dengan kalimat penulis sendiri. Adapun alasan penulis mempergunakan studi bibliografis adalah sejalan dengan pendapat Winarno Surakhmad (1978 : 37) sebagai berikut : Akhirnya untuk penyelidik diperlukan pula, diberi sumber literatur yang berhubungan dengan masalah serta yang dianggap sangat berguna diketahui mereka yang berminat, baik karena buku-buku dan tulisan-tulisan itu telah banyak menolong penyelidik itu sendiri, maupun untuk bahan dasar atau sebagai petunjuk lebih lanjut bagi mereka yang mau lebih mendalami masalah itu.
c.         Observasi
Sanapiah Faisal (1982 : 204) menyatakan bahwa :
Observasi adalah sebagai alat pengumpulan data, observasi langsung akan memberikan sumbangan yang sangat penting dalam penelitian deskriptif. Jenis-jenis informasi tersebut dapat diperoleh dengan baik melalui pengamatan langsung oleh peneliti. Bila informasi mengenai aspek-aspek objek benda-benda mati, maka prosesnya relatif sederhana, dan boleh jadi hanya terdiri dari langkah mengklasifikasi, mengukur atau menghitung. Akan tetapi apabila prosesnya menyangkut tingkah laku manusia, maka prosesnya tersebut menjadi jauh lebih kompleks. Ini tidak berarti bahwa observasi boleh dilakukan secara acak-acakan atau tanpa rencana. Sebaliknya observasi sebagai teknik penelitian harus selalu jitu, berpedoman pada arah yang spesifik, sistematik, terfokus dengan cermat.
d.         Wawancara
Wawancara merupakan bentuk menggali data langsung dari sumber informasi, sehingga data yang diperoleh merupakan data primer. Dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan pada para petani melalui pedoman wawancara yang telah disiapkan diharapkan informasi yang digali sesuai dengan kebutuhan.
3.2.     Variabel Penelitian
Variabel adalah ciri atau karakteristik dari individua, objek, peristiwa yang nilainya bisa berubah-ubah. (Sudjana dan Ibrahim, 1989 : 11).
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :
1.      Variabel bebas atau variabel pengaruh adalah variabel yang menunjukkan adanya gejala atau peristiwa sehingga diketahui atau pengaruhnya terhadap variabel terikat.
2.      Variabel terikat atau variabel berpengaruh adalah variabel yang merupakan hasil yang terjadi karena pengaruh variabel  terkait.

Variabel Terikat

Besar erosi lembar pada lahan pertanian.
 

Variabel Bebas

Faktor yang mempe-ngaruhi terjadinya erosi lembar :
1.      Iklim
2.      Topografi
3.      Tanah
4.      Vegetasi
5.      Manusia
 
Sesuai dengan permasalahan peneliian yang diangkat penulis variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut :


 



Gbr.  2
Variabel Penelitian
3.3.  Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Menurut Suryatna Rafi’i (1983 : 3) populasi adalah sejumlah variabel yang menyangkut permasalahan yang akan diteliti. Dengan demikian yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan objek yang dijadikan penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penentuan populasi ini sejalan dengan pendapat Sutrisno Hadi (1980 : 72) bahwa segala hal yang perlu diperhatikan adalah menentukan lebih dahulu luas dan sifat-sifatnya populasi.
Populasi penelitian ini adalah petani di Desa Tegalsari Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka.
2.      Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (Cuplikan, contoh sebagian dari populasi) yang mewakili populasi yang bersangkutan. Nursid Sumaatmadja       (1988 : 112), sampel merupakan bagian dari populasi yang betul-betul representatif.
Berhubung jumlah populasi menurut perhitungan penulis terlalu banyak jika dibandingkan dengan kemampuan penulis, maka cara penentuan sampel yang penulis gunakan adalah sependapat dengan Nursid Sumaatmadja (1988 : 133) “bahwa jumlah sampel yang diambil adalah 2% dari seluruh jumlah populasi”.
Adapun alasan penulis menentukan sampel tersebut adalah sesuai dengan pendapat Nasution (1982 : 121) mengemukakan bahwa dalam penarikan sampel itu harus memilih sifat-sifat populasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menetapkan sampel sebanyak          63 orang dari seluruh petani yang ada di Desa Tegalsari.
3.4.  Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Observasi lapangan yaitu mengumpulkan data dengan cara meninjau secara langsung ke lapangan atau daerah yang menjadi objek penelitian.
b.      Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data yang membantu dan melengkapi pengumpulan data yang tidak dapat diungkapkan oleh teknik observasi. (Nursid Sumaatmadja, 1986 : 106)
c.       Studi literatur yaitu pengumpulan data yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dari buku-buku, laporan-laporan dan lain-lain.
d.      Angket

3.5.  Cara Analisis Data
Analisis data akan menggunakan korelasi pearson’s Product Moment dengan rumus sebagai berikut :
r =

3.6.     Jadwal Penelitian
-         Tahap Persiapan                   :    Januari 2003
-         Tahap Pengumpulan Data     :    Pebruari 2003
-         Tahap Analisa Data              :    Maret 2003
-         Tahap Pelaporan                  :    April 2003

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Majalengka, (1999), Programa Penyuluh Kehutanan, Majalengka.
Godman, Arthur, (1996), Kamus Sains, Jakarta : Pustaka Utama.
Sarief D. Saifuddin, (1988), Konservasi Tanah dan Air, Bandung : Pustaka Buana
Kartasapoetra G., dkk, (1985), Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Edisi kedua, Jakarta : Rineka Cipta.
Sumaatmadja, Nursid, (1988), Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan, Bandung : Alumni
Yunianto, Tukidal, 1994, Erosi dan Sedimentasi, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Program Pasca Sarjana Program S-2 Program Studi Geografi (Fisik).













Share this article :